Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes RI, dr Imran Pambudi. POKROL , Jakarta - Indonesia menargetkan eliminasi ...
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes RI, dr Imran Pambudi. |
POKROL, Jakarta - Indonesia menargetkan eliminasi hepatitis B dan C pada 2030 melalui beberapa intervensi yang melibatkan partisipasi masyarakat, ungkap Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan.
“Hepatitis merupakan penyakit peradangan hati yang sebagian besar disebabkan oleh virus dan telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia,” ungkapnya dalam jumpa pers peringatan Hari Hepatitis Sedunia 2023 di Jakarta, Rabu.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 296 juta orang di seluruh dunia hidup dengan hepatitis B kronis (HBV) dan diperkirakan 58 juta orang hidup dengan hepatitis C kronis (HCV), dengan angka kematian melebihi 1 juta.
Asia Tenggara menyumbang sekitar 410 ribu kematian, dengan 80 persen pasien meninggal karena kanker hati atau sirosis yang disebabkan oleh HBV dan HCV, kata Pambudi.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, diperkirakan terdapat 18 juta orang terinfeksi HBV dan 2,5 juta orang terinfeksi HCV di Indonesia.
Berdasarkan angka tersebut, Indonesia saat ini tergolong sebagai negara dengan endemisitas HBV tingkat menengah hingga tinggi, kata Pambudi.
Dikatakannya, virus Hepadnaviridae merupakan penyebab hepatitis A, B, C, D, dan E terbanyak di dunia, selain kontaminasi zat berbahaya, seperti alkohol dan obat-obatan tertentu.
"Hepatitis tipe B dan C menyebabkan penyakit kronis pada ratusan juta orang dan merupakan bentuk paling umum dari sirosis hati dan kanker," katanya.
Mereka dapat ditularkan melalui kontak dengan darah dan cairan tubuh. Sebagian besar kasus yang tercatat di Indonesia merupakan hasil penularan dari ibu ke anak, tambahnya.
Proporsi kasus HBV pada balita di Indonesia dilaporkan mencapai 4,2 persen dari total populasi penderita hingga 2013. Kasus tersebut sebagian besar disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi, ujarnya.
“Kasus yang parah memiliki tanda-tanda klasik hepatitis seperti kulit dan mata menguning dengan urin berwarna gelap yang juga dapat disertai dengan muntah, kelelahan, mual, dan sakit perut,” tambah Pambudi.
Untuk itu, pihaknya telah melakukan intervensi hepatitis melalui serangkaian program seperti sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pemberian vaksin hepatitis B, pencegahan penularan dari ibu ke anak, dan melakukan skrining penyakit menular yang disebarkan melalui transfusi darah.
“Penggunaan narkoba suntik juga perlu kita perhatikan,” ujarnya.
Langkah yang dilakukan kementerian untuk menangani penyakit ini juga sudah termasuk pemberian Hepatitis-B0 dalam waktu kurang dari 24 jam, dilanjutkan dengan vaksin B1, B2, dan B3, sesuai jadwal Program Imunisasi Nasional, jelasnya.
Lebih lanjut dikatakannya, skrining HBV telah dilakukan untuk seluruh ibu hamil di 489 kabupaten/kota dengan jumlah peserta melebihi 3,2 juta.
“Dari kegiatan tersebut ditemukan 50.744 ibu hamil yang positif,” ungkapnya.
Tahap selanjutnya adalah pemberian obat antivirus Tenofovir kepada ibu hamil yang terdiagnosis VHB yang telah dilakukan sejak tahun 2022 di 180 fasilitas kesehatan di 34 kabupaten/kota di 17 provinsi.
“Secara bertahap akan kami tambahkan sehingga pada tahun 2029 seluruh kabupaten/kota dapat menyediakan obat antivirus Tenofovir kepada ibu hamil,” kata Pambudi.
Intervensi lain termasuk pemberian vaksin Hepatitis B Immunoglobulin kepada bayi dan ibu yang didiagnosis dengan HBV dalam waktu 24 jam setelah melahirkan.
Temukan berita dan konten POKROL lainnya di Google News.
Tidak ada komentar
Thank you for your kind comment, we really appreciate it.